SADAR
(menulis
sambil menerawang alias menulis setengah sadar)
Hari ini, eh bukan. Akhir-akhir ini banyak sekali “keajaiban” yang aku temui
dan menemuiku. Aku tidak tahu harus mulai dari mana. Banyak sekali.
“Keajaiban-keajaiban” itu seperti sebuah metamorphosis kupu-kupu yang awalnya
hanya kau khayalkan dalam mimpimu lalu tiba-tiba khayalan itu berubah menjadi
kenyataan yang tidak ku duga sama sekali.
(mulai
sedikit sadar) Baiklah. Aku pernah mengatakan, bahwa
apa yang kita khayalkan, apa yang kita pikirkan merupakan apa yang kita
harapkan. Dan apa yang kita harapkan adalah doa kita atau sesuatu yang kita
minta kepada Tuhan. Aku juga pernah mengatakan, kita harus “berhati-hati”
dengan apa yang kita khayalkan (meskipun Cuma iseng mengkhayal) Karena, ya,
khayalan adalah doa. Dan, (lagi) Tuhan mewujudkan khayalan iseng itu. Hhhhmmmm.
Dan sekarang, aku, merasa, hhhmmmm, bersalah.
(Sudah
lebih sedikit sadar) Sungguh! Aku tidak menyangka. Sama
sekali tidak menyangka! Aku hanya iseng. Dulu, ketika mereka berbicara di
depanku, aku hanya iseng membayangkan diriku berada di posisi mereka. Tidak
tidak. Aku sama sekali tidak ingin benar-benar berada di posisi mereka. Aku
tahu diri. Aku tahu kapasitasku. Aku tahu kesibukanku dan segala
ketidakmungkinan lainnya. Sungguh! Benar-benar sungguh! Aku hanya sekadar
mengkhayal. Hhhhmmm. Tapi, ya, aku akui aku yang salah. Aku tidak
memperingatkan diriku. Aku tidak menegur diriku untuk tidak berkhayal yang
macam-macam. Dan, ya, inilah hasilnya. Inilah akibatnya. Khayalan isengku
menjadi kenyataan dan mau tidak mau, suka tidak suka, sekarang aku benar-benar
berada di posisi itu dan bagian paling keras kepala dalam diriku memaksaku
untuk melaksanakan tugas baruku dengan baik dan sepenuh hati. Ya, Sepenuh Hati.
(Sudah
hampir sadar) Hhhhhmmmm. Kadang aku ingin melakukan
semua pekerjaanku dengan setengah hati. Tidak sepenuh hati. Tidak terlalu
peduli. Seperti membaca status-status yang numpang lewat di beranda fb atau
timeline twitterku. Yang hanya akan aku baca jika aku sempat dan ingin
membacanya. Aku tidak akan selalu membuka akun jejaring sosialku setiap saat
untuk mengikuti perkembangan status teman-teman mayaku. Aku melakukannya hanya
sebagai hiburan semata yang tentunya tidak menuntut keseriusan dan
kesepenuh-hatian dari bagian paling keras kepala dalam diriku.
(sedikit
lagi sadar) Tapi bagaimana dengan
pekerjaan-pekerjaan ini??? Bagaimana mungkin aku bisa melakukannya setengah
hati??? Bagaimana mungkin aku tidak peduli??? Bagaimana mungkin aku bisa
mengganggapnya seperti status-status teman-teman mayaku?? Tidak bisa! (lagi-lagi)
Bagian paling keras kepala dalam diriku menuntutku untuk menjalaninya dengan
sepenuh hati. Ya, sepenuh hati. Dan aku, yang selalu kalah dengan “si keras
kepala itu” tidak bisa menolak dan aku pasti (harus) menjalaninya sepenuh hati.
Ya, sepenuh hati dengan rasa kepedulian tingkat tinggi.
(Akhirnya
sadar) Dan, ya, aku tahu, aku sadar, konsekuensi dari
keseriusan itu, konsekuensi dari kesepenuh-hatian itu, konsekuensi dari rasa
peduli tingkat tinggi itu adalah rasa sakit hati, lelah, jenuh, dan pengorbanan
diri yang begitu besar. Aku tahu aku akan menerima beban yang bertubi-tubi,
hujatan, kritik, dan tugas yang akan merampas sebagian besar waktuku.
(sepenuhnya
sadar) Ya, walaupun demikian, aku lebih tahu, aku lebih
sadar. Bahwa bagian paling keras kepala dalam diriku akan memenangkan
pertarungan ini betapa pun konsekuensinya. Aku sudah tahu, aku sudah sadar,
bahwa aku akan melakukan pekerjaan-pekerjaan itu seperti keinginannya; dengan
SEPENUH HATI.
(poedidith, 12072012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar