Selasa, 20 Agustus 2013

Abu-Abu (2)


Abu-Abu (2)



....... Lalu, abu-abu pun menjawab...

“Tidak ada yang perlu disalahkan.”, Abu-abu berkata dengan tenang. Ia bukannya menyerah pada takdir. Ia hanya, mencoba menerimanya. Tidak. Tidak. Ia bukan mencoba menerimanya. Ia mencoba memainkannya. Mengikuti permainannya. Bukankah ia ada-juga-karena sebuah permainan warna? Jadi tidak ada salahnya ia mengikuti permainan yang memang diciptakan untuk dirinya. Bukan. Bukan. Lebih tepatnya, permainan yang menciptakan dirinya.
“Tidak ada kesalahan yang terjadi.”, Abu-Abu berkata dengan lebih tenang. Memang tidak ada kesalahan yang terjadi. Ia tidak terjadi dari kesalahan. Ia terjadi dari sebuah permainan. Permainan warna. Ya, permainan warna. Permainan yang menciptakan dirinya. Hitam dan putih sama-sama kuat. Tidak ada yang mau mengalah di antara mereka. Mereka berdua bersikukuh memenangkan permainan. Mereka menuntut hak yang sama. Menjadi pemenang. Lalu apa yang terjadi? Mereka berdua melebur menjadi satu membentuk warna baru. Abu-Abu. Jadi, katanya lagi, yang terjadi bukanlah kesalahan tetapi kemenangan sekaligus kekalahan hitam dan putih.
“Tidak ada salahnya menjadi abu-abu”, Abu-Abu berkata dengan jauh lebih tenang. Abu-abu ya abu-abu. Tidak lebih dan tidak kurang. Tidak ada yang dirugikan juga, kan? Jika yang diuntungkan? Siapa yang tahu(?) Jika ada, ya syukur. Jika tidak? Ya tidak apa-apa. Abu-abu juga tidak rugi. Mungkin, tidak juga untung. Ya, semacam simbiosis komensalisme dalam pelajaran biologi. Seperti anggrek dengan tanaman inangnya. Ya, siapa yang menjadi anggrek dan siapa yang menjadi tanaman inang? Ya, siapa saja boleh. Tidak ada salahnya, kan?
“Aku bahagia menjadi abu-abu.”, Abu-Abu berkata dengan sangat tenang sambil menghela nafas panjang.
..... Lalu, Abu-Abu melanjutkan pekerjaannya. Ia mencangkul sawah, mengajar siswa, merawat orang sakit, menjaga keamanan, bernyanyi, menari, menangkap ikan, menangis, tersenyum, terluka, berbahagia, dan tidak lupa, tetap menjadi dirinya.

(poe, 19-200813)

Kamis, 07 Maret 2013

Abu-Abu

Jika semua manusia di dunia ditakdirkan memiliki satu buah warna untuk merepresentasikan dirinya, menjadi abu-abu adalah hal yang paling terkutuk. Paling dikutuk. Bahkan, hitam yang terkenal dengan kegelapan dan segala hal berbau mistis sekalipun, jauh lebih baik dibandingkan abu-abu. Kenapa?

Ya, setidaknya karena hitam punya wilayah sendiri. Wilayah yang pasti. Ya. Pasti. Dia hitam. Dia gelap. Dia dianggap jahat. Siapa yang mau protes? Lah wong memang itu karakternya. Segelap-gelapnya hitam, masih ada yang setia menggunakannya sebagai simbol kekuatan.

Lalu abu-abu? Siapa yang peduli? Dia hitam? Bukan. Putih? Apalagi. Dia tidak gelap seperti hitam. Tidak juga bersih seperti putih. Dia bahkan tidak berhak menyandang nama warna lain sebagai namanya. Tidak seperti merah muda, hijau muda, biru muda, kuning muda. Tidak ada yang menyebutnya dengan hitam muda. Apalagi putih tua. Kasihan sekali dia. Seperti kelahiran seorang anak yang tidak diinginkan oleh kedua orang tuanya.

Mungkin itu juga yang terjadi pada abu-abu. Jangan-jangan abu-abu terjadi karena kesalahan teknis atau ketidaksengajaan sang pencipta warna. Mungkin saja sang pencipta warna tidak sengaja menyenggol wadah hitam sehingga jatuh di wadah putih sehingga, Bbbuuuummmmmmmm! jadilah si warna antara.
abu-abu.

Siapa yang percaya abu-abu? Kehitamannya diragukan ke-putih-an-nya tidak dipercayai. Ya. Dia memang punya kedua gen itu. Gen hitam dan gen putih. Tapi masing-masing hanya sebagian. Setengah-setengah.Adakah yang ingin percaya pada sesuatu yang setengah-setengah? Adakah yang ingin dipercaya setengah-setengah? Setengah dipercaya? Dipercaya setengah? Rasanya tidak ada.

Hhhhhmmmmm. Tidak menyenangkan memang. Abu-abu pasti tidak pernah ingin dilahirkan menjadi abu-abu. Jika ia bisa memilih, ia pasti akan menjadi warna yang pasti. Warna yang memang diinginkan hadir. Menjadi hitam yang gelap atau menjadi putih yang bersih. Bukan lahir dari ketidaksengajaan atau kecelakaan. Lalu, apakah menjadi abu-abu adalah takdir? Atau semacam perputaran karma yang harus dipertanggungjawabkan? Ah, hanya abu-abu yang bisa menjawabnya sendiri.