Kamis, 07 Maret 2013

Abu-Abu

Jika semua manusia di dunia ditakdirkan memiliki satu buah warna untuk merepresentasikan dirinya, menjadi abu-abu adalah hal yang paling terkutuk. Paling dikutuk. Bahkan, hitam yang terkenal dengan kegelapan dan segala hal berbau mistis sekalipun, jauh lebih baik dibandingkan abu-abu. Kenapa?

Ya, setidaknya karena hitam punya wilayah sendiri. Wilayah yang pasti. Ya. Pasti. Dia hitam. Dia gelap. Dia dianggap jahat. Siapa yang mau protes? Lah wong memang itu karakternya. Segelap-gelapnya hitam, masih ada yang setia menggunakannya sebagai simbol kekuatan.

Lalu abu-abu? Siapa yang peduli? Dia hitam? Bukan. Putih? Apalagi. Dia tidak gelap seperti hitam. Tidak juga bersih seperti putih. Dia bahkan tidak berhak menyandang nama warna lain sebagai namanya. Tidak seperti merah muda, hijau muda, biru muda, kuning muda. Tidak ada yang menyebutnya dengan hitam muda. Apalagi putih tua. Kasihan sekali dia. Seperti kelahiran seorang anak yang tidak diinginkan oleh kedua orang tuanya.

Mungkin itu juga yang terjadi pada abu-abu. Jangan-jangan abu-abu terjadi karena kesalahan teknis atau ketidaksengajaan sang pencipta warna. Mungkin saja sang pencipta warna tidak sengaja menyenggol wadah hitam sehingga jatuh di wadah putih sehingga, Bbbuuuummmmmmmm! jadilah si warna antara.
abu-abu.

Siapa yang percaya abu-abu? Kehitamannya diragukan ke-putih-an-nya tidak dipercayai. Ya. Dia memang punya kedua gen itu. Gen hitam dan gen putih. Tapi masing-masing hanya sebagian. Setengah-setengah.Adakah yang ingin percaya pada sesuatu yang setengah-setengah? Adakah yang ingin dipercaya setengah-setengah? Setengah dipercaya? Dipercaya setengah? Rasanya tidak ada.

Hhhhhmmmmm. Tidak menyenangkan memang. Abu-abu pasti tidak pernah ingin dilahirkan menjadi abu-abu. Jika ia bisa memilih, ia pasti akan menjadi warna yang pasti. Warna yang memang diinginkan hadir. Menjadi hitam yang gelap atau menjadi putih yang bersih. Bukan lahir dari ketidaksengajaan atau kecelakaan. Lalu, apakah menjadi abu-abu adalah takdir? Atau semacam perputaran karma yang harus dipertanggungjawabkan? Ah, hanya abu-abu yang bisa menjawabnya sendiri.




1 komentar:

  1. Hai si hakim warna,sekarang ini mungkin aku masih menjadi si abu-abu, ibarat sebuah kepompong yang bersiap menjadi kupu-kupu. Sedikit pembelaan kepada si malang abu-abu.

    BalasHapus