Selasa, 21 Februari 2012

ANJING


30 Januari 2012-22 Februari 2012
“Saya sangat heran melihat orang tega melihat binatang sengsara. coba bayangkan seandainya dia yang punya anak apakah dia tega membuang anaknya seorang. anak yang dilahirkan dengan susah payah begitu juga binatang walaupun seekor binatang mereka masih punya pikiran keibuan. binatang sayang pada anaknya meskipun betina atau jantan tapi mengapa manusia tidak seperti itu. Semestinya manusia2x itu ditukar mental dan fisiknya dengan binatang dan manusia yang berwatak binatang itu akan merasakan bagaimana sakitnya kalalu anak-anaknya dibuang percuma tanpa perlindungan”
Aku tidak sengaja menemukan tulisan itu pada sampul belakang sebuah buku pelajaran Agama Hindu kelas 5 SD di perpustakaan kecil di rumah. Aku sedang menyelesaikan cerpenku. Karena bosan dan tidak mendapat inspirasi, iseng-iseng kubuka buku-buku pelajaran yang memang banyak tersimpan disini. Ya, aku termasuk orang yang beruntung karena memiliki ibu yang sangat mencintai buku. Beliau menyediakan sebuah ruangan berukuran kurang lebih 2x3 meter khusus untuk tempat buku. Buku-buku pelajaranku sejak aku SD hingga SMA ditaruh di sebuah rak kayu di perpustakaan mini ini. Buku-buku dan dokumen-dokumen milik ayah, ibu, dan adikku juga di taruh disini.
Tapi, kali ini bukan perpustakaan mini di rumahku yang akan aku ceritakan. Ini tentang tulisan yang tidak sengaja kutemukan di sampul belakang sebuah buku pelajaran agama Hindu kelas 5 SD itu.
Aku ingat sekali. Tulisan itu adalah tulisanku. Hah, saat membacanya, entahlah, aku ingin tertawa tetapi aku juga kaget. Ingin tertawa karena….hehehehe, benar-benar struktur kalimat yang mencerminkan bahwa itu adalah kalimat-kalimat yang dibuat oleh seorang anak kelas 5 SD. Tapi aku juga kaget (bukan sombong ya J ) diksi atau pilihan kata-kataku saat itu bukanlah kata-kata yang sudah diakrabi oleh anak kelas 5 SD! Kata-kata itu terlalu “tua” untukku saat itu. dari mana aku dapat kata “mental dan fisik”? dari mana aku dapat kata “pikiran keibuan”? Aku sendiri bingung. Atau mungkin otakku sangat cepat merespon acara-acara di televisi atau sangat cepat terpengaruh oleh cerita-cerita yang sering kubaca di majalah anak-anak?? Ah, entahlah. Yang jelas aku sudah menulisnya. Dan yang paling penting kuceritakan adalah mengapa aku sampai menulis tulisan ajaib itu.
Begini ceritanya. Dulu aku punya seekor anjing betina. Namanya Zona. Ia memiliki bulu hitam yang sangat mengkilat. Aku memeliharanya sejak ia kecil. Dia anjing yang baik. Dia sesalu menyambutku ketika aku pulang dari sekolah. Tetapi terkadang ia juga menyebalkan. Ia suka menggigit sandalku dan sering menapakkan jejak kakinya yang kotor di lantai rumahku. Jika sudah seperti itu, ayahku adalah orang pertama yang marah-marah. Hah, salahku juga sebernarnya terlalu memanjakan anjingku itu. Iya, aku sangat memanjakannya. Membiarkannya naik ke rumah dan tidur sembarangan. Dan lambat laun, itupun menjadi kebiasaannya. Tapi anjingku itu juga mengerti, jika ayahku di rumah, ia tidak akan berani naik ke rumahku. Mungkin dia takut dipukul. hahahaha.
Seiring waktu berjalan, Zona si anjing kecil tumbuh menjadi anjing betina remaja, kemudian anjing betina dewasa yang tentunya siap untuk bereproduksi. Aku memang tidak mengikat atau memasukkan anjingku itu ke dalam kandang. Ya, mungkin itu juga yang membuatnya sangat mudah kawin dengan anjing kampung jantan yang sering berkeliaran di gang rumahku. Aku ingat sekali, anjingku itu seperti seorang perempuan cantik yang diperebutkan oleh banyak lelaki. Mungkin juga diantara anjing-anjing itu, Zona memang termasuk anjing betina yang cantik. Sehingga berebutlah para anjing jantan ingin mengawininya.
Dan terjadilah. Zona akhirnya hamil. Entah anjing mana yang menghamilinya. :D . Makin hari hari perut Zona semakin membesar. Mungkin ada 4-6 ekor anak anjing yang ada dalam perutnya. Aku senang sekali melihat anjingku hamil meski sejak hamil Zona jadi lebih galak. Ya, seperti ibu-ibu hamil pada umumnya lah, mungkin saja dia sedang ngidam. hahahahha.
Hari demi hari, minggu demi minggu, dan bulan demi bulan berlalu, AKHIRNYA….. anak-anak Zona lahir kedunia! Dan aku sendiri yang membantu persalinannya! Karena Zona memang anjing salah asuhan, maka bayangkan saja, anjingku itu melahirkan anak-anaknya di dalam lemari bajuku! Oh My God! Lemari baju plastik bermotif bunga-bunga yang katanya dibelikan oleh ibuku sejak sebelum aku lahir itu kini menjadi kamar persalinan anjingku!! Dan ya, tepat sekali! Orang yang paling jengkel dengan kejadian ini adalah ayahku. Dia memarahiku karena terlalu memanjakan anjingku sehingga dia seenaknya melahirkan di dalam lemari baju. :D
Hahahaha. Tapi aku tidak merasa bersalah sedikitpun. Yang aku tau aku sangat senang saat itu. Aku melihat sendiri bagaimana anak-anak anjing itu keluar dengan masih dibalut oleh plasenta yang rupanya mirip plastik bening. Zona anjingku, lalu memakan plasenta-plasenta pembungkus anak-anaknya agar anak-anaknya bisa bernafas. Satu-persatu plasenta-plasenta itu ia lepaskan dari tubuh anak-anaknya. Aku membantu melepaskan plasenta-plasenta itu dan mengelap anak-anak anjing yang sudah bersih dari plasenta. Aku merasakan keajaiban yang luar biasa disana. Walaupun Zona hanya seekor anjing, tapi aku menangkap mata seorang ibu yang sangat menyayangi anak-anaknya dari matanya. Aku seakan merasakan kelelahan dan kesakitannya saat ia berusaha mengeluarkan anak-anaknya dari dalam perutnya. Dan juga wajah bahagia saat ia menjilati anak-anaknya satu persatu.
Esoknya, aku memindahkan Zona dan anak-anaknya ke tempat yang telah aku sediakan. Aku pindahkan mereka agar ayahku tidak marah-marah lagi dan agar anak-anak anjingku tidak manja seperti Zona. Ayahku juga menyuruhku memindahkan lemari yang digunakan Zona untuk melahirkan. Selain karena sudah agak reot, ayahku juga tidak akan mau memakai lemari yang sudah digunakan sebagai tempat persalinan anjing :D.
Hari demi hari berlalu, anak-anak anjingku semakin besar dan terlihat lucu. Zona juga semakin bertambah galak. Aku lupa berapa jumlah anak anjingku waktu itu. Yang aku ingat, aku memberi nama “Bobo” pada salah satu anak anjingku. Bobo adalah anjing jantan. Nama itu aku beri karena aku sangat suka membaca majalah Bobo. Hahahahahaha. Satu demi satu anak-anak anjingku diminta oleh tetangga dan saudara-saudaraku untuk dipelihara. Aku sebenarnya sedikit sedih. Tapi ya apa boleh buat, demi masa depan anak-anak anjingku, demi saudara dan tetanggaku, dan juga demi ayahku karena beliau tidak suka ada banyak anjing di rumah, aku relakan saja anak-anak anjingku dipelihara orang lain. Hingga akhirnya hanya tersisa satu ekor anak anjingku, yaitu Bobo. Jadi, di rumahku ada dua ekor anjing yaitu Zona dan Bobo, anaknya.
Bobo tumbuh menjadi anjing jantan yang sehat. Dia anjing yang gemuk. Dia juga sangat friendly pada orang-orang rumah. Bulunya belang seperti macan. Warna bulunya selang-seling antara pirang dan cokelat tua.
Aku semakin bahagia karena memiliki dua ekor anjing yang selalu menyambutku setiap aku pulang sekolah. Zona juga sempat hamil lagi beberapa bulan setelah kehamilan pertamanya. Tapi saat persalinan yang kedua ini, Ia melahirkan di tempat yang “semestinya”. Ia mungkin takut diusir oleh ayahku jika melahirkan di dalam lemari lagi :D . Anak-anak Zona pada kehamilannya yang kedua ini kuberikan pada tetangga dan saudaraku yang ingin memintanya. Karena kata ayahku, cukup dua anjing saja yang ada di rumah. Aku juga tidak akan bisa merawat anak-anak anjing itu. Kali ini aku menuruti kata-kata ayah karena aku sudah merasakan sendiri bagaimana rasanya merawat dua ekor anjing sekaligus sementara kita masih kelas 5 SD.
Bobo kini sudah tumbuh menjadi anjing jantan dewasa dan Zona juga sudah semakin menua. Tapi mereka semakin nakal saja. Mereka lebih sering berada di luar rumah dan baru pulang ketika mereka bosan, lapar, atau ingin tidur. Saat pulang badan mereka biasanya sangat kotor dan bau. Entahlah. Mungkin mereka main ke sawah atau masuk ke dalam selokan di depan rumah. Jika sudah seperti ini, bisa ditebak ayahlah orang yang paling pertama mengusir mereka. Akupun sebenarnya enggan dekat-dekat dengan anjing-anjingku itu jika badan mereka bau. Pernah suatu ketika karena terlalu kesal, aku menyeret mereka agar mau mandi. Anjing-anjingku itu tidak terlalu suka dengan air. Aku harus mengikat mereka di pohon saat memandikan mereka. Ah, sungguh pekerjaan yang sangat menyebalkan.
Semakin hari aku semakin jarang memperhatikan kedua anjingku itu. Ya, mungkin karena aku sibuk belajar dan bermain ke rumah tetangga. Hingga suatu ketika, kejadian yang tidak diinginkan pun terjadi. Kejadian yang membuatku kehilangan anjing-anjingku itu satu-persatu.
Kejadian pertama terjadi saat anjing betinaku, Zona tertabrak sebuah kendaraan di jalan depan rumahku. Kedua kaki belakangnya pincang. Ia tidak lagi  bisa berjalan dengan normal. Zona memang pernah tertabrak oleh kendaraan sebelumnya. Tapi kali ini adalah tabrakan yang paling parah. Tabrakan yang memaksanya untuk menyeret kedua kaki belakangnya ketika berjalan (baca ngesot). Jujur, aku hampir menangis saat melihat itu. Aku berusaha mengobati lukanya. Kurawat ia semampuku. Kuberi ia makan. Semakin hari kondisinya memang semakin membaik. Tapi Zona adalah anjing yang tidak bisa diam. Meski dengan keadaan seperti itu dia tetap saja pergi kemana-mana. Walhasil, luka yang sebenarnya sudah mulai membaik, menjadi terinfeksi lagi karena kotoran-kotoran yang menempel disana. Aku juga semakin tidak sempat memperhatikannya. Akhirnya ayahku memutuskan untuk membuang Zona di dekat jembatan yang jaraknya kurang lebih satu kilometer dari rumahku. Awalnya aku tidak tahu bahwa ayahku membuang anjingku itu. Informasi bahwa anjingku sudah dibuang, ku dengar dari adikku. Aku menangis sejadi-jadinya di perpustakaan kecil di rumahku. Aku marah. Aku kesal. Aku sedih. Aku kecewa. Aku juga merasa bersalah pada anjingku itu. Semua perasaanku itu aku tulis di sampul belakang sebuah buku agama hindu kelas 5 SD yang isinya sudah kau baca pada awal tulisan ini.
Beberapa saat kemudian ibuku datang menasehatiku. Beliau mengatakan bahwa itu adalah yang terbaik untuk anjingku. “Kau juga tidak akan bisa selalu merawatnya, bukan? Ikhlaskan saja dia. Dan kamu harus berdoa supaya kelak dia lahir kembali menjadi mahluk yang lebih baik” Aku tidak menjawab perkataan ibuku. Aku tidak peduli. Aku terus saja menunduk dan menangis sambil menutupi buku agama yang kutulisi itu.
Setelah Zona, beberapa waktu kemudian aku kehilangan Bobo. Bobo hilang secara misterius. Kata uwakku, saat tengah malam seperti ada orang yang lewat di gang rumahku. Kemudian terdengar suara anjing menggonggong seolah ingin memberontak. Kata uwakku, orang-orang itu adalah pemburu anjing. Mereka memburu anjing untuk dijadikan sate. Aku tahu informasi itu keesokan harinya ketika aku mencari-cari anjingku. Dan bisa kau bayangkan, aku tidak bisa berkata apa-apa lagi selain menangis sambil mencaci pemburu anjing brengsek itu! Hah, dan parahnya lagi aku sempat melontarkan sumpah serapah agar kelak mereka dilahirkan sebagai anjing.
Arrrggggh, aku juga kesal. Kenapa orang rumah tidak berusaha melihat apa yang terjadi di gang rumahku saat itu?? Kenapa tidurku begitu lelap sehingga aku tidak menyadari anjingku terancam di-sate?!?
Sejak kejadian-kejadian itu (jujur), aku tidak pernah lagi memelihara anjing di rumah. Aku trauma. Selain itu ayah juga tidak terlalu suka memelihara binatang di rumah (kecuali ayam-ayam kampung “bekas” upacara 42 hari keponakan-keponakanku yang katanya harus dipelihara). Dan sejak kejadian itu juga, entahlah, aku selalu curiga pada pedagang sate kambing. Mungkin kau bisa menebak-nebak kenapa aku merasa seperti itu.

Kini, hampir sembilan tahun kejadian itu berlalu. Rasa trauma dan curiga yang pernah aku rasakan juga semakin memudar. Tapi sampai saat ini, aku benar-benar tidak pernah lagi memelihara anjing di rumah. Yah, karena aku tahu aku akan semakin sibuk dan jarang berada di rumah. Aku tidak ingin kejadian yang sama terulang kembali. Mungkin suatu saat nanti, ketika aku punya banyak waktu di rumah untuk merawat satu atau beberapa ekor anjing, aku akan memelihara anjing lagi. Karena percaya atau tidak, saat kita menganggap seekor binatang (bukan hanya anjing) sebagai sahabat baik kita, dia bahkan menganggap kita sebagai bagian dari dirinya J . (PoE)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar